Materi 4: Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum

Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan, pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa.
Peserta didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan (fisik, intelektual, social emosional, moral, dan sebagainya). Tugas utama seorang guru sebagai pendidik adalah membantu untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas–tugas perkembangannya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab  itu, dalam pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum.
1. Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda satu sama lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiap–tiap fase perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain;
  1. Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya,
  2. Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak,
  3. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,
  4. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut;
  1. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan tingkah laku anak didik,
  2. Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,
  3. Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak,
  4. Media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik, dan
  5. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus – menerus.
2. Psikologi Belajar dan Kurikulum
Merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berasal dari kata ajar yang berarti suatu petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui/diturut. Segala perubahan perilaku yang trejadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan yang terjadi secara insting/terjadi  karena secara kebetulan bukan termasuk belajar.
Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi 3 kelas, antara lain ;
a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory)
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang masing–masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi–potensi tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam konteks ini melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui hafalan dan latihan-latihan.
b. Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement). Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S – R (stimulus – respon) atau aksi-reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon – stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of readiness, law of exercise, dan law of effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang – ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
c. Organismic/Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.
Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain ;
– Belajar berdasarkan keseluruhan
Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang harus dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
– Belajar adalah pembentukan kepribadian
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing untuk mendapat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yang memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.
– Belajar berkat pemahaman
Belajar merupakan proses pemahaman. Pemahaman mengandung makna penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan ketrampilannya. Ketrampilan menghubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu kesimpulan merupakan wujud pemahaman.
– Belajar berdasarkan pengalaman
Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam proses pembelajaran peserta didik harus aktif dengan pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi, Tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey lapangan, dan sejenisnya
– Belajar adalah proses berkelanjutan
Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan.
Permasalahan:
1.    berdasarkan landasan psikologis apakah baik dilakukan bila seorang peserta didik yang belum dalam usia yang seharusnya ia bersekolah tetapi tetap bersekolah contohnya anak yang berusia 5 tahun tetapi telah di masukan orang tuanya ke SD yang mana idealnya kita ketahui bahwa usia ideal seorang anak masuk sekolah itu adalah 6 tahun?
2.    Bila didasarkan pada landasan psikologis pengembangan kurikulum bagaimanakah cara kita mengembangkan tujuan pembelajaran agar sesuai dengan psikologi peserta didik?
3.    Dengan berkembangnya kurikulum bagaimana bila secara psikologis antara guru dan siswa ada yang belum siap terhadap perkembangan kurikulum 2013 misalnya guru malas dalam menerap model pembelajaran yang aktif  ?


Komentar

  1. Cara mengembangkan tujuan pembelajaran agar sesuai dengan psikologi peserta didik yaitu dengan memberikan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat minat dan kebutuhan siswa. Dan juga tujuan pembelajaran mengandung nikai/sikap dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribari yang utuh lahir dan batin. Dan juga tujuan pembelajaran yang dirumuskan harus secara operasional selalu berpusat pada perubhaan tingkah laku anak didik. Dan guru sebagai harus mengupaykan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajarm

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih atas tanggapannya dian saya sependapat bahwa merumusakan tujuan harus sesuai dengan bakat minat dan kebutuhan siswa lantas bagaimanakah contoh konkritnya perumusan tujuan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa pada mata pelajaran kimia ?

      Hapus
  2. saya akan menjawab nomor 2
    Dilihat dari segi perkembangan psikologisnya keharusan bagi setiap guru untuk mengetahui taraf kematangan yang telah dicapai serta taraf kesediannya untuk belajar adalah mutlak. Guru harus menjaga taraf kematangan dan taraf kesediaan siswa pada setiap proses belajar dan pada setiap pengalaman yang ingin dipelajarinya. Hal ini dilakukannya agar usahanya berhasil dan menjamin siswa dapat mengambil menfaat dan unsur-unsur yang dilakukannya dalam pengajaran, bimbingan dan pelatihannya.

    Dengan demikian, guru harus dapat memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak, sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat diperoleh dengan sebaik-baiknya adapun perbedaan-perbedaan itu antara lain:

    a) Waktu dan irama perkembangan
    b) Motif, inteligensi dan emosi
    c) Kecepatan belajar atau menangkap pelajaran
    d) Pembawaan dan lingkungan.

    Dalam prilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi belajar tersebut ada yang Interinsik atau eksrinsik. Penguatan motivasi, motivasi belajar tersebut berada ditangan para guru atau pendidik dan anggota masyarakat lain.

    Oleh karena itu, guru berbicara dengan anak didiknya sesuai dengan akal, taraf kematangan dan pemahaman mereka, disamping itu guru harus mengajar disesuaikan dengan kematangan jasmani, akal dan emosi mereka sesuai dengan kondisi kejiwaannya. Banyaknya anak yang gagal sekolah atau drop out dikarenakan juga sebagai akibat dari praktek mengajar yang melupakan perbedaan individual anak, selain faktor lain seperti latar belakang sosial ekonomi, keluarga atau sebab lain. Dengan memperhatikan segi psikologi siswa, maka ini dapa memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat belajar sesuai dengan minat, bakat, tempo dan cara belajar yang efektif bagi mereka.
    maka dari itu tujuan pembelajaran untuk anak sma bisa dimulai untuk tingkat berpikir c4-c6
    contoh: tujuan pembelajaran pada KI 3 yaitu melalui diskusi dengan menggali informasi, peserta didik dapat menjelaskan pembentukan ikatan kimia dengan percaya diri

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih atas tanggapannnya saya sepndapat bahwa setiap guru untuk mengetahui taraf kematangan yang telah dicapai serta taraf kesediannya untuk belajar adalah mutlak. Guru harus menjaga taraf kematangan dan taraf kesediaan siswa pada setiap proses belajar dan pada setiap pengalaman yang ingin dipelajarinya. Hal ini dilakukannya agar usahanya berhasil dan menjamin siswa dapat mengambil menfaat dan unsur-unsur yang dilakukannya dalam pengajaran, bimbingan dan pelatihannya. bila guru saat ini masih belum memahaminya, bagaimana solusinya menurut mu?

      Hapus
  3. 1. berdasarkan landasan psikologis apakah baik dilakukan bila seorang peserta didik yang belum dalam usia yang seharusnya ia bersekolah tetapi tetap bersekolah contohnya anak yang berusia 5 tahun tetapi telah di masukan orang tuanya ke SD yang mana idealnya kita ketahui bahwa usia ideal seorang anak masuk sekolah itu adalah 6 tahun? seorang anak yang belum seharusnya bersekolah namun sudah bersekolah tentu akan mengalami kesulitan dalam hala penyesuaian cara belajarnya. patah umur segitu yang seharusnya anak belum boleh diberikan beban. anak 5 tahun dipaksa melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh anak umur 6. lain hal nya seorang anak yang memang memiliki kekhususan (jenius atau keterbelakangan) tentu mereka memiliki kebutuhan kusus pula.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih atas tanggapannya bang dhani, saya sangat setuju tentang pendapat anda tersebut, namun jika seperti bilang berbeda halnya bila seorang anak itu jenius, beberapa tahun kebelakang pernah diterapkan subuah kelas untuk percepatan pendidikan peserta didik atau kita kenal dengan akselerasi, yang menampung kemampuan anak2 jenius tersebut namun pada kurikulum saat ini kelas itu sudah tidak diterapkan lagi. lantas bagaimana cara yang paling efektif saat ini dalam menampung kemampuan anak yang diatas rata2 tersebut?

      Hapus
    2. menambahkan jawaban pertanyaan fira yakni bagaimana cara yang paling efektif saat ini dalam menampung kemampuan anak yang diatas rata2 tersebut?
      ini bisa kita lakukan dengan membuat kelas pengayaan sehingga anak yan memiliki kecerdasan diatas rata-rata dpat tetap menyalurkan kecerdasannya

      Hapus
    3. terima kasih atas tanggapannya saya sependapat bahwa cara yang paling efektif saat ini dalam menampung kemampuan anak bisa kita lakukan dengan membuat kelas pengayaan sehingga anak yan memiliki kecerdasan diatas rata-rata dpat tetap menyalurkan kecerdasannya

      Hapus
  4. saya akan mencoba menajwab pertnyaan fira dari segi psikologi kognitif siswa, yang bisa dilakukan oleh guru yakni:
    1. merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan tingkat pemahaman terendah menuju tingkatan lebih tinggi (dari tap C1, ke C2, ke C3 dst)
    2. guru merencanakan sebaik-baiknya rencana pembelajaran agar apa yang tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih atas tanggapannya saya sependapat bahwa yang bisa dilakukan oleh guru yakni: merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan tingkat pemahaman terendah menuju tingkatan lebih tinggi (dari tap C1, ke C2, ke C3 dst) dan guru merencanakan sebaik-baiknya rencana pembelajaran agar apa yang tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi. bila pada kenyataanyan justru kebanyakan guru belum mampu melakukan hal tersebut, apa solusi yang dapat dilakukan?

      Hapus
  5. Cara kita mengembangkan tujuan pembelajaran agar sesuai dengan psikologi peserta didik yaitu mungkin dengan memberikan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat minat dan kebutuhan siswa. Dan juga tujuan pembelajaran mengandung nikai/sikap dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribari yang utuh lahir dan batin. Dan juga tujuan pembelajaran yang dirumuskan harus secara operasional selalu berpusat pada perubhaan tingkah laku anak didik. Dan guru sebagai harus mengupaykan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar. selain itu juga tujuan pembelajaran untuk anak sma bisa dimulai untuk tingkat berpikir c4-c6
    contoh: tujuan pembelajaran pada KI 3 yaitu melalui diskusi dengan menggali informasi, peserta didik dapat menjelaskan pembentukan ikatan kimia dengan percaya diri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan pendapat rini, cara kita mengembangkan tujuan pembelajaran agar sesuai dengan psikologi peserta didik yaitu mungkin dengan memberikan kesempatan mereka belajar sesuai dengan cara belajarnya namun tetap pada konteks pembelajaran yang ada, sesuai minat dan bakat

      Hapus
    2. terima kasih atas tanggapannya saya sependapat dengan teman-teman bahwa cara kita mengembangkan tujuan pembelajaran agar sesuai dengan psikologi peserta didik yaitu mungkin dengan memberikan kesempatan mereka belajar sesuai dengan cara belajarnya namun tetap pada konteks pembelajaran yang ada, sesuai minat dan bakat Dan juga tujuan pembelajaran mengandung nikai/sikap dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribari yang utuh lahir dan batin.

      Hapus
  6. menurut saya, kita dapat meminta bantuan pada kepala sekolah atau dewan komite pengawas sehingga pejabat tersebutlah yang akan menegur atau memberi sanksi kepada guru" yang tidak mau menggunakan kurikulum k13

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih atas tanggapannya saya sependapat bahwa kita dapat meminta bantuan pada kepala sekolah atau dewan komite pengawas sehingga pejabat tersebutlah yang akan menegur atau memberi sanksi kepada guru" yang tidak mau menggunakan kurikulum k13, selain itu apakah solusi lain yang dapat dilakukan?

      Hapus
  7. sependapat dengan rini bahwa Cara kita mengembangkan tujuan pembelajaran agar sesuai dengan psikologi peserta didik yaitu dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang sesuai dengan bakat minat dan kebutuhan siswa itu masing-masing. Dan juga tujuan pembelajaran mengandung nikai/sikap dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin. Disamping itu tujuan pembelajaran yang dirumuskan harus secara operasional dan berpusat pada perubahan tingkah laku peserta didik. Dan guru sebagai fasilitator harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih atas tanggapannya saya sependapat bahwa Cara kita mengembangkan tujuan pembelajaran agar sesuai dengan psikologi peserta didik yaitu dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang sesuai dengan bakat minat dan kebutuhan siswa itu masing-masing. apakah menurut kak nelly hal ini akan efektif untuk pencapaian tujuan pembelajaran tsb?

      Hapus
  8. Berdasarkan landasan psikologis apakah baik dilakukan bila seorang peserta didik yang belum dalam usia yang seharusnya ia bersekolah tetapi tetap bersekolah contohnya anak yang berusia 5 tahun tetapi telah di masukan orang tuanya ke SD yang mana idealnya kita ketahui bahwa usia ideal seorang anak masuk sekolah itu adalah 6 tahun?
    Menurut saya, tergantung psikologis anak masing-masing apabila anak tersebut sanggup tidak masalah. Karena saya merupakan anak yang termasuk cepat dalam sekolah kelas 5 SD sudah bersekolah di tingkat SD dan banyak yang seperti saya, di awal-awal secara psikologis cenderung suka bermain namun masalah nilai tidak terlalu di bawah rata-rata. Namun, karena faktor lingkungan teman-teman di sekolah jadi membuat psikologi dari sang anak pun jadi ikut terbawa ke angkatannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih atas tanggapannya saya sependapat bahwa untuk menyekolahkan seorang anak tergantung psikologis anak masing-masing apabila anak tersebut sanggup tidak masalah. apakah dikemudian hari tidak akan menimbulkan masalah?

      Hapus
  9. Berdasarkan landasan psikologis apakah baik dilakukan bila seorang peserta didik yang belum dalam usia yang seharusnya ia bersekolah tetapi tetap bersekolah contohnya anak yang berusia 5 tahun tetapi telah di masukan orang tuanya ke SD yang mana idealnya kita ketahui bahwa usia ideal seorang anak masuk sekolah itu adalah 6 tahun?
    pendapat saya hampirsama dengan rifany, bahwa memang ada kesulitan dalam awal masuk sekolah karena yang biasanya bermain malah sudah masuk sekolah dasar. karena adanya perhatian dari keluarga dan guru siswa dapat terselamatkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih atas tanggapannya saya sependapat bahwa memang ada kesulitan dalam awal masuk sekolah karena yang biasanya bermain malah sudah masuk sekolah dasar. karena adanya perhatian dari keluarga dan guru, apabila dikemudian hari jika muncul suatu masalah misalnya kesulitannya untuk dapat mengimbangin kemampuan teman-temannya, bagaimanakah solusinya?

      Hapus
  10. saya akan menjawab permasalahan yang pertama :
    berdasarkan landasan psikologis apakah baik dilakukan bila seorang peserta didik yang belum dalam usia yang seharusnya ia bersekolah tetapi tetap bersekolah contohnya anak yang berusia 5 tahun tetapi telah di masukan orang tuanya ke SD yang mana idealnya kita ketahui bahwa usia ideal seorang anak masuk sekolah itu adalah 6 tahun?
    Menurut pendapat saya anak yang berusia 5 tahun dipaksa melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh anak umur 6 tahun tentu akan mengalami kesulitan dalam hal penyesuaian cara belajarnya, lain hal nya seorang anak yang memang memiliki kekhususan (jenius atau keterbelakangan) tentu mereka memiliki kebutuhan khusus pula dan tergantung psikologis anak masing-masing, memang akan terjadi kesulitan dalam awal masuk sekolah karena yang biasanya bermain malah sudah masuk sekolah dasar.

    BalasHapus
  11. Untuk permasalhan "berdasarkan landasan psikologis apakah baik dilakukan bila seorang peserta didik yang belum dalam usia yang seharusnya ia bersekolah tetapi tetap bersekolah contohnya anak yang berusia 5 tahun tetapi telah di masukan orang tuanya ke SD yang mana idealnya kita ketahui bahwa usia ideal seorang anak masuk sekolah itu adalah 6 tahun?",
    Lebih baik jgn, karena umur 5 tahun itu masih bnyak waktu bermain, jd bgusny di masukkan k TK, mereka mulai berinteraksi dengn org bnyak, dan ia belajar sambil bermain sehingga ia tidak bosan/ jenuh.
    Ada anak yg mampu bersaing dengn org yg tidak semuran dengnny, hnya saja jika motivasiny kurang dikemudian hari bisa mnyebabkan ia malas untuk brsekolah.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi 5: Prinsip Desain Sistem Pembelajaran

Materi 9: Tren Internet of Thing dalam Pembelajaran Kimia

Materi 14: Inovasi Sintak Model Pembelajaran Learning Cycle (5E) dan Dampaknya Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif